kita hanya bisa merencanakan ALLAH yang menetukan

C. Administrasi dalam Pengertian Pemerintah atau Administrasi Negara
Ada beberapa pandangan mengenai Administrasi Negara dari beberapa pakar, yaitu:
1.    Leonard D. White, Administrasi Negara adalah keseluruhan operasi (aktivitas-aktivitas kerja) yang bertujuan menyelenggarakan/menegakkan kebijaksanaan kenegaraan.
2.    Demock & Koening, Administrasi Negara ke dalam 2 bagian, yaitu:
•    Dalam arti luas, administrasi negara adalah kegiatan negara dalam melaksanakan kekuasaan politiknya,
•    Dalam arti sempit, administrasi negara adalah kegiatan eksekutif dalam penyelenggaraan pemerintah.
•    Dwight Waldo, Administrasi Negara mengandung 2 (dua) pengertian, yaitu:
•    Administrasi Negara adalah organisasi dan manajemen dari manusia dan benda guna mencapai tujuan pemerintahan
•    Administrasi Negara adalah suatu seni dan ilmu tentang manajemen yang dipergunakan untuk mengatur urusan-urusan negara.
3.    Pradjudi Atmosudirdjo, Administrasi Negara adalah fungsi bantuan penyelenggaraan dari pemerintah, artinya pemerintah (pejabat) tidak dapat menunaikan tugas-tugas dan kewajibannya tanpa administrasi negara. Fungsi Administrasi Negara mempunyai 2 (dua) arti ;
•    Administrasi Negara adalah administrasi dari negara sebagai organisasi. Di Indonesia hal ini dijalankan oleh Presiden sebagai pemerintah merangkap sebagai administrator negara dengan memimpin suatu aparatur negara.
•     Administarsi Negara adalah administrasi yang mengejar tercapainya tujuan-tujuan yang bersifat kenegaraan. Di Indonesia hal ini dijalankan oleh pejabat negara yang diserahi pimpinan dan tanggungjawab atas suatu kesatuan organisasi kenegaraan (kementerian, dinas, propinsi, kabupaten, kota, kecamatan, dll)

Dari berbagai definisi tentang administrasi Negara, Ali Mufiz (2004:1.7) menyebutkan ada dua pola pemikiran yang berbeda tentang administrasi negara yaitu:
1.    Pola Pemikiran Pertama
Memandang administrasi Negara sebagai satu kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah, khususnya oleh lembaga eksekutif. Marshall Edward Dimock dan Gladys Ogden Dimock (1964), yang mengutif definisi W.F. Willougby, yaitu bahwa fungsi administrasi adalah fungsi untuk secara nyata mengatur pelaksanaan hukum yang dibuat oleh lembaga legislative dan ditafsirkan oleh lembaga yudikatif.
2.    Pola Pemikiran Kedua
Pola kedua menyatakan bahwa administrasi Negara lebih luas daripada sekedar membahas aktivitas-aktivitas lembaga eksekutif saja. Artinya Administrasi Negara meliput seluuh aktivitas dari ketiga cabang pemerintahan, mencakup baik lembaga eksekutif maupun lembaga legislative dan yudikatif, yang semuanya bermuara pada fungsi untuk memberikan pelayanan publik. J.M. Pfifftner berpendapat bahwa administrasi Negara adalah koordinasi dari usaha-saha kolektif yang dimaksudkan untuk melaksanakan kebijaksanaan pemerintah.
Mendasarkan pada pola kedua di atas, Felix A. Nigro dan Lloyd G. Nigro (1977:18) menyimpulkan bahwa administrasi negara adalah:
A.    Usaha kelompok yang bersifat kooperatif yang diselenggarakan dalam satu lingkungan public
B.    meliputi seluruh cabang pemerintahan serta merupakan pertalian diantara cabang pemerintahan (eksekutif, yudikatif, dan legislatif).
C.    Mempunyai peranan penting dalam perumusan kebijaksanaan publik (public policy) dan merupakan bagian dari proses politik
D.    Amat berbeda dengan administrasi privat
E.    Berhubungan erat dengan kelompok-kelompok privat dan individual dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

3.   Pengertian Hukum Administrasi Negara
Peristilahan Hukum Administrasi Negara yang dikenal di dunia, di antaranya:
a.    Administrative Law (Inggris)
b.    Administratief Recht / Bestuursrecht (Belanda)
c.    Werwaltungsrecht (Jerman)
d.    Droit administrative (Prancis)
Terlepas dari berbagai istilah tersebut di atas, pada dasarnya definisi Hukum Administrasi Negara sangat sulit untuk dapat memberikan suatu definisi yang dapat diterima oleh semua pihak, mengingat Ilmu Hukum Administrasi Negara sangat luas dan terus berkembang mengikuti arah pengelolaa/penyelenggaraan suatu negara.
Namun sebagai pegangan dapat diberikan beberapa definisi dari para Ahli sebagai berikut :
1.    Oppen Hein, “Hukum Administrasi Negara adalah sebagai suatu gabungan ketentuan-ketentuan yang mengikat badan-badan yang tinggi maupun rendah apabila badan-badan itu menggunakan wewenagnya yang telah  diberikan kepadanya oleh Hukum Tata Negara”.
2.    J.H.P. Beltefroid, “Hukum Administrasi Negara adalah keseluruhan aturan-aturan tentang cara bagaimana alat-alat pemerintahan dan badan-badan kenegaraan dan majelis-majelis pengadilan tata usaha hendak memenuhi tugasnya”
3.    Logemann, “Hukum Administrasi Negara adalah seperangkat dari norma-norma yang menguji hubungan Hukum Istimewa yang diadakan untuk memungkinkan para pejabat administrasi negara melakukan tugas mereka yang khusus”.
4.    Prajudi Atmosudirdjo, “Hukum Administrasi Negara adalah hukum mengenai operasi dan pengendalian dari kekuasaan-kekuasaan administrasi atau pengawasan terhadap penguasa-penguasa administrasi”.
Dari Definisi Prajudi Atmosudirjo inilah diperoleh pemahaman bahwa Hukum Administrasi Negara merupakan Hukum Operasional dan Hukum Prosedural sebagai pengkhususan teknis dari Hukum Tata Negara. Hal sangat penting artinya bagi pelaksanaan tugas para pejabat administrasi negara di dalam menghadapi masyarakat dan rakyat atau penduduk, serta penyelesaian pada permintaan-permintaan dan kebutuhanya. Hukum` Administrasi juga merupakan Hukum Disiplin bagi para pejabat administrasi didalam melakukan tugas, kewajiban dan penggunaan wewenang. Dalam masa ini hukum tata usaha birokrasi Negara tidak hanya memuat mengatur peraturan-peraturan hukum yang mengikat dan membatasi kebebasan administrasi negara tetapi berisi pula ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur kehidupan sosial ekonomi dengan memberikan kewajiban-kewajiban kepada warganya. Dalam menjalankan tugas untuk pegaturan maka diadakan ketentuan-ketentuan mengenai perizinan-perizinan (licencing) dan pengawasaan (inspecting).
Dari berbagai pendapat ahli tersebut, jelaslah bahwa bidang hukum administrasi Negara sangatlah luas, banyak segi dan macam ragamnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Hukum Administarsi Negara adalah Hukum mengenai  pemerintah/eksekutif di dalam kedudukannya, tugas-tuganya, fungsi dan wewenangnya sebagai Administrator Negara. Dalam arti sempit, Hukum Administrasi Negara, yakni hukum tata pengurusan rumah tangga negara, baik intern dan ekstern.
Di Indonesia, istilah Hukum Administrasi Negara dengan beberapa nama, yaitu:
•    Hukum Administrasi
•    Hukum Administrasi Negara Indonesia (HANI)
•    Hukum Tata Pemerintahan
•    Hukum Tata Usaha Negara
•    Hukum Tata Usaha Pemerintahan
•     Hukum Tata Usaha Negara Indonesia
Banyaknya istilah yang dipakai dalam mempelajari tentang administrasi penyelengggaran negara, terutama dilihat dari aspek hukumnya, berdasarkan:
Istilah Tata Usaha Pemerintahan dipakai pada zaman berlakunya Undang-undang Dasar Sementara 1950
Istilah Hukum Tata Usaha Negara dipakai di Universitas Pajajaran dan Universitas Sriwijaya
Istilah Hukum Tata Pemerintahan dipakai di Universitas Gajah Mada dan Universitas Airlangga
Berdasarkan kesepakatan rapat staff Pengajar Fakultas Hukum Negeri seluruh Indonesia pada tanggal 26-28 Maret 1973 di Cibulan, memutuskan bahwa sebaiknya istilah yang dipakai adalah Hukum Administrasi Negara, alasannya ;
1.   Hukum Administrasi Negara merupakan istilah yang luas pengertiannya, sehingga membuka kemungkinan kearah pengembangan cabang ilmu hukum ini yang lebih sesuai dengan perkembangan pembangunan dan kemajuan Negara Kesatuan Republik Indonesia di masa yang akan datang.
2.   Lebih mudah dipahami dan dimengerti, karena Hukum Administrasi Negara menetapkan Norma-norma Fundamental:
•    Sarana bagi penguasa untuk mengatur dan mengendalikan masyarakat
•    Mengatur cara-cara partisipasi warga negara dalam proses pengaturan dan pengendalian tersebut
•    Sebagai perlindungan hukum;
•    Menetapkan norma-norma fundamental bagi penguasa untuk pemerintahan yang baik (Philipus M. Hadjon dkk, 1994 : 28).
Dalam perkuliahan akan digunakan istilah Hukum Administrasi Negara didasarkan pada alasan bahwa:
•    Hukum Administrasi Negara merupakan istilah yang luas pengertiannya sehingga membuka kemungkinan ke arah pengembangan cabang Ilmu Hukum ini
•    Secara istilah,  Adminstrasi Negara adalah pengertian yang dimaksud oleh Peradilan Tata Usaha Negara, dimana pada pasal 1 UU No. 5 Tahun 1986, yang dimaksud dengan Tata Usaha Negara adalah Administrasi Negara yang melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan baik pusat maupun di daerah;
B.   Hubungan Hukum Administrasi Negara dengan Bidang Ilmu Lainnya
Dalam hal perbedaan atau pemisahan antara Hukum Administrasi Negara dengan Hukum Tata Negara banyak dibahas oleh para sarjana hukum, di mana dari beberapa para sarjana itu dapatlah diklasifikasikandalam 2 ( dua ) golongan pendapat, yakni :
1.    Golongan Yang Berpendapat : Ada Perbedaan Yuridis Prinsipil
Pendapat Romeyn tentang hubungan antara Hukum Administrasi Negara dengan Hukum Tata Negara ini : “ bahwa Hukum Tata Negara menyinggung dasar-dasar dari negara dan Hukum Administrasi Negara aadalah mengenai pelaksanaan tekniknya “ (dat het staatrecht de grondslagen van de staat raak en het administratiefrecht de techenische uit werking). Maka baik pendapat Van Volleenhoven maupun Romeyn adalah sejajar bahwa hukum administrasi negara adalah sejenishukum yang melaksanakan apa yang telah ditentukan oleh hukum Tata Negara. Dalam pengertian Hukum Administrasi Negara seperti ini, kita tarik ke dalam ajaran dwipraja dari Donner, maka Hukum Tata Negara itu menetapkan (Taakstelling), sedangkan Hukum Administrasi Negara melaksanakan apa yang telah ditentukan aleh Hukun Tata Negara (Taaksverwezenlijking).
Logemann juga mengadakan perbeda…aaaaan antara hukun Tata Negara dengan Hukum Administrasi Negara dan perbedaan itu bersifat prinsipil. Logemann dalam bukunya Staatsrecht Van Nederland Indie menyatakan bahwa Hukum Tata Negara merupakan suatu pelajaran tentang kompetisi (Competentieler). Sedangkan Hukum Administrasi Negara itu merupakan suatu pelajaran tentang hubungan-hubungan hukum istimewa (leer van de bijzondere rechtsbetrekkingen). Hukum Tata Negara adalah mempelajari :
a.    Jabatan-jabatan apa yang ada dalam susunan suatu negara
b.    Siapakah yang mengadakan jabatan-jabatan itu
c.    Cara bagaimanakah jabatan-jabatan itu ditempati oleh pejabat
d.    Functie ( lapangan kerja ) jabatan-jabatan itu
e.    Kekuasaan hukum jabatan-jabatan itu
f.     Perhubungan antara masing-masing jabatan itu
g.    Dalam batas-batas manakah organ-organ kenegaraan dapat melakukan tugasnya.
2.    Golongan Yang Berpendapat: Tidak Ada Perbedaan Yuridis Prinsipil Dan Hakiki
Menurut Kranenburg bahwa tidak ada perbedaan antara Hukum Administrasi Negara dengan Hukum Tata Negara, karena kalau toh dalam praktek diadakan pembedaan, maka perbedaan itu hanya karena atau untuk mencapai perbagian yang bersifat kemanfaatan demi untuk penyelidikan. Maka dari itu menurut Kranenburg, yang digolongkan dalam Hukum Tata Negara adalah peraturan-peraturan yang mengandung stuktur umum dari suatu pemerintahan negara, yang misalnya undang-undang dasar dan undang-undang organik seperti undang-undang desentralisasi yaitu mengenai daerah-daerah hukum yang mempunyai otonomi. Di samping itu yang digolongkan ke dalam Hukum Administrasi Negara adalah undang-undang dan peraturan-peraturan khusus misalnya Hukum kepegawaian dan undang-undang perumahan.

HAN
•    Menurut Kranenburg; Menitikberatkan scr khas pd administrasi dari negara.
•    Menurut Logemann; Hukum mengenai hu¬bu¬ngan2 antara jaba¬tan2 negara satu de¬ngan lainnya serta hu¬¬bungan hukum an¬tara jabatan2 negara itu dan masyarakat

HTN
•    Menurut Kranenburg; lebih berfokus pada konstitusi dari pada negara secara kese¬lu¬ruhan.
•    Menurut Logemann; hukum mengenai or¬ganisasi2 jabatan2 negara
Hukum Pidana
Mengatur tentang hubungan anta¬ra subyek hu¬kum de¬¬ngan sub¬¬yek hu¬¬kum lainnya te¬tapi terdapat ke¬ter¬¬libatan peme¬rintah didalamnya
Hukum Perdata
Mengatur tentang hubungan antara subyek hukum de¬ngan subyek hu¬kum lainnya

C.   Lapangan/Ruang Lingkup Hukum Administrasi Negara
Lapangan HAN Khusus adalah peraturan-peraturan hukum yang berhubungan dengan bidang tertentu dari kebijaksanaan penguasa. Contoh : Hukum Atas Tata Ruang, IMB, dll.
Lapangan HAN Umum adalah peraturan-peraturan hukum yang tidak terikat pada suatu bidang tertentu dari kebijaksanaan penguasa. Contoh : Asas-asas umum pemerintahan yang baik, dll.
Dari lapangan hukum administrasi khusus itulah kemudian dicari elemen-elemen umum yaitu elemen yang terdapat dalam tiap lapangan khusus tersebut. Elemen yang demikian itulah kemudian membentuk hukum administrasi umum.
Prajudi Atmosudirdjo menyatakan bahwa untuk keperluan studi ilmiah, maka ruang lingkup studi Hukum Administrasi Negara meliputi :
1.    Hukum tentang dasar-dasar dan prinsip umum daripada administrasi Negara
2.    Hukum tentang organisasi dari administrasi Negara
3.    Hukum tentang aktivitas-aktivitas dari administrasi negara, terutama yang bersifat yuridis
4.    Hukum tentang sarana-sarana dari administrasi negara. Terutama mengenai Kepegawaian Negara dan Keuangan Negara
5.    Hukum mengenai Administrasi Pemerintahan Daerah dan Wilayah yang dibagai menjadi :
•    Hukum Administrasi Kepegawaian
•    Hukum Administrasi Keuangan;
•    Hukum Administrasi Materil;
•    Hukum Administrasi Perusahaan Negara;
•    Hukum Tentang Peradilan Administrasi Negara.
Kusumadi Pudjosewojo, mendasarkan pada UUD Sementara RI, membagi bidang-bidang pokok yang merupakan bagian dari lapangan Hukum Tata Usaha Negara atau Hukum Administrasi Negara dapat disebut sebagai berikut :
1.    Hukum Tata Perintahan;
2.    Hukum Tata keuangan (dikurangi Hukum Pajak);
3.    Hukum Hubungan Luar Negeri;
4.    Hukum Pertahanan Negara dan Keamanan Negara.
Administrasi negara sebagai proses birokrasi penyelenggaraan kebijaksanaan negara ditinjau dari segi strukturil organisatoris administratif maupun dari segi hukum. Hukum administrasi adalah aspek hukum dari organisasi dan management badan-badan Birokrasi Tata Usaha Bisokrasi Negara (HTUBN). Demikian hukum administrasi meliputi :
1.    Hukum perihal administrasi Negara, adalah peraturan-peraturan hukum yang mengatur susunan organisasi, tugas dan wewenang dari hukum tata usaha Birokrasi Negara atau badan badan administrasi, personil, keuangan dan kekeyaan negara sebagai sarana administrasi.
2.    Hukum yang dihasilkan oleh administrasi negara, adalah peraturan-peraturan hukum atau ketetapan-ketetapan HTUBN berisi pengaturan penting umum sebagai kegiatan dari administrasi negara yang berdasarkan pada asas legalitas atau asas diskreasi.
Sistematik tersebut adalah berdasarkan atas pertimbangan yuridis pragmatis. Adapun mengenai pembatasan hukum administrasi berdasarkan literatur Belanda dapat diutarakan adanya beberapa cara (methode ). Umumnya pembatasan lapangan hukum administrasi dikaitkan dengan pembatasan lapangan hukum tata negara.
Dengan demikian, ruang lingkup Hukum Administrasi Negara, meliputi:
1.    HAN berkaitan dengan tindakan pemerintah yang tidak semuanya dapat ditentukan secara tertulis dalam peraturan perundang-undangan, seiring dengan perkembangan kemasyarakatan yang memerlukan pelayanan pemerintah masing-masing masyarakat di suatu daerah yang berbeda tuntutan dan kebutuhan.
2.    Pembuatan peraturan-peraturan, keputusan-keputusan dan instrument yuridis bidang administrasi lainnya tidak hanya terletak pada satu tangan atau lembaga.
3.    HAN berkembang sejalan dengan perkembangan tugas-tugas pemerintah dan kemasyarakatan, yang menyebabkan pertumbuhan bidang HAN tertentu berjalan secara sektoral.

Sumber-sumber hukum
Pengertian sumbr hukum
Sumber hukum adalah segala sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan yang mengikat dan memaksa, sehingga apabila aturan-aturan itu dilanggar akan menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata bagi pelanggarnya. Yang dimaksud dengan segala sesuatu adalah faktor-faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya hukum, faktor-faktor yang merupakan sumber kekuatan berlakunya hukum secara fomal artinya darimana hukum itu dapat ditemukan, darimana asal mulanya hukum, dimana hukum dapat dicari atau hakim menemukan hukum, sehingga dasar putusannya dapat diketahui bahwa suatu peraturan tertentu mempunyai kekuatan mengikat atau berlaku dan lain sebagainya

Sumber Hukum Materiil dan Sumber Hukum Formil
Menurut Algra sebagaimana dikutip oleh Sudikno (1986: 63), membagi sumber hukum menjadi dua yaitu sumber hukum materiil dan sumber hukum formil.
1) Sumber Hukum Materiil, ialah tempat dimana hukum itu diambil. Sumber hukum materiil ini merupakan factor yang membantu pembentukan hukum, misalnya hubungan social politik, situasi social ekonomi, pandangan keagamaan dan kesusilaan, hasil penelitian ilmiah, perkembangan internasional, keadaan geografis. Contoh: Seorang ahli ekonomi akan mengatakan bahwa kebutuhan-kebutuhan ekonomi dalam masyarakat itulah yang menyebabkan timbulna hukum. Sedangkan bagi seorang ahli kemasyarakatan (sosiolog) akan mengatakan bahwa yang menjadi sumber hukum ialah peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam masyarakat.
2) Sumber Hukum Formal, ialah tempat atau sumber darimana suatu peraturan memperoleh kekuatan hukum. Ini berkaitan dengan bentuk atau cara yang menyebabkan peraturan hukum itu berlaku secara formal.

Van Apeldoorn dalam R. Soeroso (2005:118), membedakan empat macam sumber hukum, yaitu:
1.    Sumber hukum dalam arti sejarah, yaitu tempat kita dapat menemukan hukumnya dalam sejarah atau dari segi historis. Sumber hukum dalam arti sejarah ini dibagi menjadi dua yaitu:
a)    Sumber hukum yang merupakan tempat dapat diketemukan atau dikenalnya hukum secara historis, dokumen-dokumen kuno, lontar dan sebagainya.
b)    Sumber hukum yang merupakan tempat pembentukan undang-undang mengambil bahannya.
2.    Sumber hukum dalam arti sosiologis (teleologis) merupakan faktor-faktor yang menentukan isi hukum positif, seperti misalnya keadaan agama, pandangan agama, dan sebagainya.
3.    Sumber hukum dalam arti filosofis, dibagi menjadi dua yaitu:
a)    Sumber isi hukum, disini ditanyakan isi hukum itu asalnya dari mana. Ada tiga pandangan yang mencoba menjawab tantangan pertanyaan ini yaitu:
•    Pandangan teoritis, yaitu pandangan bahwa isi hukum berasal dari Tuhan
•    Pandangan hukum kodrat, yaitu pandangan bahwa isi hukum berasal dari akal manusia
•    Pandangan mazhab historis, yaitu pandangan bahwa isi hukum berasal dari kesadaran hukum
b)    Sumber kekuatan mengikat dari hukum, mengapa hukum mempunyai kekuatan mengikat, mengapa kita tunduk pada hukum. Kekuatan mengikat dari kaedah hukum bukan semata-mata didasarkan pada kekuatan yang bersifat memaksa, tetapi karena kebanyakan orang didorong oleh alasan kesusilaan atau kepercayaan.

4.    Sumber hukum dalam arti formil, yaitu sumber hukum yang dilihat dari cara terjadinya hukum positif merupakan fakta yang menimbulkan hukum yang berlaku yang mengikat hakim dan masyarakat. Isinya timbul dari kesadaran masyarakat. Agar dapat berupa peraturan tentang tingkah laku harus dituangkan dalam bentuk undang-undang, kebiasaan dan traktat atau perjanjian antar negara.
Marhaenis (1981:46), membedakan sumber hukum menjadi dua yaitu sumber hukum ditinjau dari Filosofis Idiologis dan sumber hukum dari segi Yuridis.
1) Sumber Hukum Filosofis Idiologis, ialah sumber hukum yang dilihat dari kepentingan individu, nasional, atau internasional sesuai dengan falsafah dan idiologi (way of life) dari suatu Negara Seperti liberalisme, komunisme, leninisme, Pancasila.
2) Sumber Hukum Yuridis, merupakan penerapan dan penjabaran langsung dari sumber hukum segi filosofis idiologis, yang diadakan pembedaan antara sumber hukum formal dan sumber hukum materiil.
a.    Sumber Hukum Materiil, ialah sumber hukum yang dilihat dari segi isinya misalnya: KUHP segi materiilnya ialah mengatur tentang pidana umum, kejahatan, dan pelanggaran. KUHPerdata, dari segi materiilnya mengatur tentang masalah orang sebagai subyek hukum, barang sebagai obyek hukum, perikatan, perjanjian, pembuktian, dan kadaluarsa.
b.    Sumber Hukum Formal, adalah sumber hukum dilihat dari segi yuridis dalam arti formal yaitu umber hukum dari segi bentuknya yang lazim terdiri dari: Undang-Undang, Kebiasaan, Traktat, Yurisprudensi, Traktat.

Sebagai sumber hukum formil dari Hukum Administrasi Negara menurut E. Utrecht., ialah:
1.    Undang-undang/Hukum Administrasi Negara Tertulis
2.    Praktek Administrasi Negara (Hukum Administrasi Negara yang merupakan Hukum Kebiasaan)
3.    Yurisprudensi baik keputusan yang diberi kesempatan banding (oleh Hakim ataupun yang tidak ada banding oleh Administrasi negara tersebut)
4.     Doktrin/Pendapat para ahli Hukum Administrasi Negara
1) Undang-Undang (Statute)
Yaitu peraturan tertulis yang dibuat oleh alat perlengkapan Negara, dan tercantum dalam peraturan perundang-undangan. Menurut BUYS, undang-undang ini mempunyai dua arti yakni:
Undang-Undang dalam arti formil, yaitu setiap keputusan yang merupakan undang-undang karena cara pembuatannya. Di Indonesia UU dalam arti formil ditetapkan oleh presiden bersama-sama DPR, contoh UUPA, UU tentang APBN, dll.
Undang-Undang dalam arti materiil, yaitu setiap keputusan pemerintah yang menurut isinya mengikat langsung setiap penduduk. Contoh: UUPA ditinjau dari segi kekuatan mengikatnya undang-undang ini mengikat setiap WNI di bidang agraria.
Berdasarkan amandemen pertama UUD 1945 pada Pasal 5 ayat 1 ditegaskan bahwa “Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat”. Kemudian dalam Pasal 20 ayat 1 disebutkan bahwa “Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang”. Dan selanjutnya berdasarkan Pasal 20 ayat 2 disebutkan bahwa “Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama”.
Dengan adanya perubahan UUD 1945 tersebut maka kedudukan DPR jelas merupakan lembaga pemegang kekuasaan legislatif, sedangkan fungsi inisiatif di bidang legislasi yang dimiliki oleh Presiden tidak menempatkan Presiden sebagai pemegang kekuasaan utama di bidang ini. Perubahan ini sekaligus menegaskan bahwa UUD 1945 dengan sungguh-sungguh menerapkan sistem pemisahan kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikati dimana sebelumnya fungsi legislatif dan eksekutif tidak dipisahkan secara tegas dan masih bersifat tumpang tindih.
Bentuk hukum peraturan daerah Propinsi, Kabupaten/Kota, dan Peraturan Desa, sama-sama merupakan bentuk peraturan yang proses pembentukannya melibatkan peran wakil rakyat dan kepala pemerintahan yang bersangkutan. Khusus untuk tingkat desa, meskipun tidak terdapat lembaga parlemen sebagaimana mestinya, sebagaimana diatur dalam Pasal 209 dan 210 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dibentuk Badan Permusyawaratan Desa, dimana ditegaskan bahwa “Badan Permusyawaratan Desa berfungsi menetapkan peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat”.
Untuk melaksanakan peraturan perundangan yang melibatkan peran para wakil rakyat tersebut, maka kepala pemerintahan yang bersangkutan juga perlu diberi wewenang untuk membuat peraturan-peraturan yang bersifat pelaksanaan. Karena itu selain UU, Presiden juga berwenang mengeluarkan Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden. Demikian pula Gubernur, Bupati, Walikota, dan Kepala Desa, selain bersama-sama para wakil rakyat membentuk peraturan daerah dan peraturan desa, juga berwenang mengeluarkan peraturan kepala daerah sebagai pelaksanaan terhadap peraturan yang lebih tinggi tersebut.
2) Kebiasaan (Costum)
Yaitu perbuatan manusia yang tetap dilakukan berulang-ulang dalam hal yang sama. Apabila suatu kebiasaan tertentu diterima oleh masyarakat, dan kebiasaan itu selalu berulang-ulang dilakukan sedemikian rupa, sehingga tindakan yang berlawanan dengan kebiasaan itu dirasakan sebagai pelanggaran perasaan hukum, maka dengan demikian timbulah suatu kebiasaan hukum, yang oleh pergaulan hidup dipandang sebagai hukum.
Sudikno (1986:82) menguraikan bahwa kebiasaan merupakan tindakan menurut pola tingkah laku yang tetap, ajeg, lazim, normal atau adat dalam masyarakat atau pergaulan hidup tertentu. Perilaku yang tetap atau ajeg ini berarti merupakan perilaku manusia yang diulang, dimana perilaku yang diulang itu mempunyai kekuatan normatif, dan mempunyai kekuatan mengikat. Karena diulang oleh orang banyak maka mengikat orang-orang lain untuk melakukan hal yang sama, karenanya menimbulkan keyakinan atau kesadaran bahwa hal itu memang patut dilakukan. Yang menjadikan tingkah laku itu kebiasaan atau adat adalah kepatutan dan bukan semata-mata unsur terulangnya atau ajegnya tingkah laku. Karena dirasakan patut inilah maka lalu diulang, dan patut tidaknya suatu tingkah laku tadi bukan karena pendapat seseorang tetapi pendapat masyarakat.
Tidak semua kebiasaan itu mengandung hukum yang baik dan adil. Oleh karena itu belum tentu suatu kebiasaan atau adat istiadat itu pasti menjadi sumber hukum. Hanya kebiasan-kebiasaan dan adat istiadat yang baik dan diterima masyarakat yang sesuai dengan kepribadian masyarakat tersebutlah yang kemudian berkembang menjadi hukum kebiasaan. Sebaliknya ada kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik dan ditolak oleh masyarakat, dan ini tentunya tidak akan menjadi hukum kebiasaan masyarakat, sebagai contoh: kebiasaan begadang, berpakaian seronok, dan sebagainya.
Sudikno (1986: 84) menyebutkan bahwa untuk timbulnya kebiasaan diperlukan beberapa syarat tertentu yaitu:
a. Syarat materiil
Adanya perbuatan tingkah laku yang dilakukan secara berulang-ulang (longa et invetarata consuetindo).
b. Syarat intelektual
Adanya keyakinan hukum dari masyarakat yang bersangkutan (opinio necessitatis).
c. Syarat akibat hukum apabila hukum itu dilanggar
Utrecht (1966:120-122), menyebutkan bahwa: “Hukum kebiasaan ialah kaidah-kaidah yang biarpun tidak ditentukan oleh badan-badan perundang-undangan dalam suasana “werkelijkheid” (kenyataan) ditaati juga, karena orang sanggup menerima kaidah-kaidah itu sebagai hukum dan telah ternyata kaidah-kaidah tersebut dipertahankan oleh penguasa-penguasa masyarakat lain yang tidak termasuk lingkungan badan-badan perundang-undangan. Dengan demikian hukum kebiasaan itu kaidah yang – biarpun tidak tertulis dalam peraturan perundang-undangan- masih juga sama kuatnya dengan hukum tertulis. Apalagi bilamana kaidah tersebut menerima perhatian dari pihak pemerintah”.
Di Indonesia kebiasaan itu diatur dalam beberapa undang-undang yaitu antara lain:
Pasal 1339 KUHPerdata disebutkan bahwa “Perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjiannya diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang”.
Pasal 1346 KUHPerdata disebutkan bahwa “Apa yang meragu-ragukan harus ditafsirkan menurut apa yang menjadi kebiasaan dalam negeri atau di tempat persetujuan telah dibuat”.
Selanjutnya dalam Pasal 1571 KUHPerdata juga disebutkan bahwa: “Jika perjanjian sewa menyewa tidak dibuat dengan tertulis, maka perjanjian sewa menyewa tidak berakhir pada waktu yang ditentukan, melainkan jika pihak yang satu memberitahukan kepada pihak lain bahwa ia hendak menghentikan perjanjian dengan mengindahkan tenggang waktu yang diharuskan menurut kebiasaan setempat”.
Mengenai praktek administrasi negara sebagai sumber hukum formil, dapat dikatakan bahwa praktek itu membentuk hukum administrasi negara kebiasaan (hukum tidak tertulis). Hukum administrasi negara kebiasaan tersebut dibentuk dan dipertahankan dalam keputusan-keputusan para pejabat administrasi negara. Sebagai suatu sumber hukum formil, maka sering sekali praktek administrasi negara itu berdiri sendiri (zelfstandig) disamping undang-undang. Bahkan tidak jarang praktek administrasi negara mengesampingkan (opzijzetten) peraturan perundang-undangan yang telah ada.
R. Soeroso (2005: 155) menyatakan kelemahan dari hukum kebiasaan yaitu 1) bahwa hukum kebiasaan bersifat tidak tertulis dan oleh karenanya tidak dapat dirumuskan secara jelas dan pada umumnya sukar menggantinya, dan 2) bahwa hukum kebiasaan tidak menjamin kepastian hukum dan sering menyulitkan beracara karena hukum kebiasaan mempunyai sifat aneka ragam.
3) Keptusan-Keputusan Hakim (Yurisprudensi)
Purnadi Purbacaraka menyebutkan bahwa istilah Yurisprudensi berasal dari kata yurisprudentia (bahasa latin) yang berarti pengetahuan hukum (rechtsgeleerdheid). Kata yurisprudensi sebagai istilah teknis Indonesia sama artinya dengan kata “yurisprudentie” dalam bahasa Perancis, yaitu peradilan tetap atau bukan peradilan. Kata yurisprudensi dalam bahasa Inggris berarti teori ilmu hukum (algemeene rechtsleer: General theory of law), sedangkan untuk pengertian yurisprudensi dipergunakan istilah-istilah Case Law atau Judge Made Law. Dari segi praktek peradilan yurisprudensi adalah keputusan hakim yang selalu dijadikan pedoman hakim lain dalam memutuskan kasus-kasus yang sama.
Beberapa alasan seorang hakim mempergunakan putusan hakim yang lain (yurisprudensi) yaitu:

a. Pertimbangan Psikologis
Hal ini biasanya terutama pada keputusan oleh Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung, maka biasanya dalam hal untuk kasus-kasus yang sama hakim di bawahnya secara psikologis segan jika tidak mengikuti keputusan hakim di atasnya tersebut.
b. Pertimbangan Praktis
Pertimbangan praktis ini biasanya didasarkan karena dalam suatu kasus yang sudah pernah dijatuhkan putusan oleh hakim terdahulu apalagi sudah diperkuat atau dibenarkan oleh pengadilan tinggi atau MA maka akan lebih praktis apabila hakim berikutnya memberikan putusan yang sama pula. Di samping itu apabila keputusan hakim yang tingkatannya lebih rendah memberi keputusan yang menyimpang atau berbeda dari keputusan yang lebih tinggi untuk kasus yang sama, maka keputusan tersebut biasanya tentu tidak dibenarkan/dikalahkan pada waktu putusan itu dimintakan banding atau kasasi.

c. Pendapat Yang sama
Pendapat yang sama biasanya terjadi karena hakim yang bersangkutan sependapat dengan keputusan hakim lain yang terlebih dahulu untuk kasus yang serupa atau sama.
4) Traktat (Treaty)
Yaitu perjanjian antar negara/perjanjian internasional/perjanjian yang dilakukan oleh dua negara atau lebih. Akibat perjanjian ini ialah bahwa pihak-pihak yang bersangkutan terikat pada perjanjian yang mereka adakan itu. Hal ini disebut Pacta Sun Servada yang berarti bahwa perjanjian mengikat pihak-pihak yang mengadakan atau setiap perjanjian harus ditaati dan ditepati oleh kedua belah pihak.
Adapun pelaksanaan pembuatan traktat tersebut dilakukan dalam beberapa tahap dimana setiap negara mungkin saja berbeda, tetapi secara umum adalah sebagai berikut:
1.    Tahap Perundingan
Tahap ini merupakan tahap yang paling awal biasa dilakukan oleh negara-negara yang akan mengadakan perjanjian. Perundingan dapat dilakukan secara lisan atau tertulis atau melalui teknologi informasi lainnya. Perundingan juga dapat dilakukan dengan melalui utusan masing-masing negara untuk bertemu dan berunding baik melalui suatu konferensi, kongres, muktamar atau sidang.

2. Tahap Penutupan
Tahap penutupan biasanya apabila tahap perundingan telah tercapai kata sepakat atau persetujuan, maka perundingan ditutup dengan suatu naskah dalam bentuk teks tertulis yang dikenal dengan istilah “Piagam Hasil Perundingan” atau “Sluitings-Oorkonde”. Piagam penutupan ini ditandatangani oleh masing-masing utusan negara yang mengadakan perjanjian.

3. Tahap Pengesahan atau ratifikasi
Persetujuan piagam hasil perundingan tersebut kemudian oleh masing-masing negara (biasanya tiap negara menerapkan mekanisme yang berbeda) untuk dimintakan persetujuan oleh lembaga-lembaga yang memiliki kewenangan untuk itu.
Sumber hukum adalah segala sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan yang mengikat dan memaksa, sehingga apabila aturan-aturan itu dilanggar akan menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata bagi pelanggarnya.
Sumber hukum, dapat dibagi atas dua yaitu: Sumber Hukum Materiil dan Sumber Hukum Formil. Sumber Hukum Materiil yaitu faktor-faktor yang membantu isi dari hukum itu, ini dapat ditinjau dari segi sejarah, filsafat, agama, sosiologi, dll. Sedangkan Sumber Hukum Formil, yaitu sumber hukum yang dilihat dari cara terbentuknya hukum, ada beberapa bentuk hukum yaitu undang-undang, yurisprudensi, kebiasaan, doktrin, traktat.
Undang-Undang (Statute) yaitu peraturan tertulis yang dibuat oleh alat perlengkapan Negara, dan tercantum dalam peraturan perundang-undangan.
Kebiasaan (Costum) yaitu perbuatan manusia yang tetap dilakukan berulang-ulang dalam hal yang sama. Apabila suatu kebiasaan tertentu diterima oleh masyarakat, dan kebiasaan itu selalu berulang-ulang dilakukan sedemikian rupa, sehingga tindakan yang berlawanan dengan kebiasaan itu dirasakan sebagai pelanggaran perasaan hukum, maka dengan demikian timbulah suatu kebiasaan hukum, yang oleh pergaulan hidup dipandang sebagai hukum.
Yurisprudensi adalah keputusan hakim yang selalu dijadikan pedoman hakim lain dalam memutusakan kasus-kasus yang sama.
Traktat (Treaty) yaitu perjanjian antar negara/ perjanjian internasional/perjanjian yang dilakukan oleh dua negara atau lebih.
Doktrin adalah pendapat para sarjana hukum yang terkemuka yang besar pengaruhnya terhadap hakim, dalam mengambil keputusannya.
Berdasarkan Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, yang berisi hirarkhi perundang-undangan, maka urutan peraturan perundangan RI adalah sebagai berikut:
1. UUD 1945
2. Undang-undang (UU)/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu)
4. Peraturan Pemerintah
5. Peraturan Presiden
6. Peraturan Daerah:
a. Peraturan Daerah Propinsi dibuat oleh DPRD Propinsi bersama dengan gubernur
b. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dibuat oleh DPRD Kabupaten/Kota bersama Bupati/Walikota
c. Peraturan Desa/Peraturan yang setingkat, dibuat oleh Badan Perwakilan Desa atau nama lainnya bersama.
4. Tahap Pertukaran Piagam
Pertukaran piagam atau peletakkan piagam dalam perjanjian bilateral maka naskah piagam yang telah diratifikasi atau telah disahkan oleh negara masing-masing dipertukarkan antara kedua negara yang bersangkutan. Sedangkan dalam traktat kolektif atau terbuka peletakkan naskah piagam tersebut diganti dengan peletakkan surat-surat piagam yang telah disahkan masing-masing negara itu, dalam dua kemungkinan yaitu disimpan oleh salah satu negara berdasarkan persetujuan bersama yang sebelumnya dinyatakan dalam traktat atau disimpan dalam arsip markas besar PBB yaitu pada Sekretaris Jenderal PBB.

5) Pendapat Sarjana Hukum (Doktrin)
Biasanya hakim dalam memutuskan perkaranya didasarkan kepada undang-undang, perjanjian internasional dan yurisprudensi. Apabila ternyata ketiga sumber tersebut tidak dapat memberi semua jawaban mengenai hukumnya, maka hukumnya dicari pada pendapat para sarjana hukum atau ilmu hukum. Jadi doktrin adalah pendapat para sarjana hukum yang terkemuka yang besar pengaruhnya terhadap hakim, dalam mengambil keputusannya. Di Indonesia dalam hukum Islam banyak ajaran-ajaran dari Imam Syafi’i yang digunakan oleh hakim pada pengadilan Agama dalam pengambilan putusan-putusannya.

SUMBER
http://id-id.facebook.com/note.php?note_id=138082822925982
sondang p siagian, filsafat Administrasi
Buku hukum administrasi negara (RIDWAN HR)


Tinggalkan komentar